knowaboutbullying.com – Awal tahun 2024 menghadirkan peningkatan dalam kasus dan kematian akibat demam berdarah dengue (DBD), dengan jumlah kematian yang dilaporkan melebihi angka seratus individu.
dr. Maxi Rein Rondonuwu, sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), menyangkal asumsi bahwa varian nyamuk DBD yang ada saat ini lebih agresif akibat pengaruh nyamuk berwolbachia yang telah dilepaskan di lima kota.
Simptom DBD mencakup demam tinggi, nyeri otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, dan gusi berdarah, yang dialami oleh pasien tergigit nyamuk Aedes aegypti, tanpa memandang status wilayah pengembangan nyamuk berwolbachia.
Pelepasan nyamuk berwolbachia di lima kota belum mencapai tingkat optimal karena faktor sosialisasi dan keterbatasan geografis implementasi, yang baru mencakup sejumlah kecamatan dan kelurahan tertentu.
Kendala penyebaran nyamuk berwolbachia termasuk kesiapan masyarakat dan proses administratif seperti penandatanganan nota kesepakatan di Jakarta Barat, yang tertunda karena perubahan kepemimpinan di DKI Jakarta.
Tingkat konsentrasi nyamuk Aedes aegypti berwolbachia yang ada di alam baru mencapai 20 persen, dengan target yang diharapkan sebesar 60 persen untuk menciptakan dampak jangka panjang dalam penurunan kasus DBD.
Hasil positif dari Kota Yogyakarta menunjukkan penurunan angka kasus DBD hingga 77 persen dan penurunan rawat inap sebesar 86 persen, setelah implementasi nyamuk berwolbachia. Kementerian Kesehatan menyarankan masyarakat untuk tetap menerapkan strategi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan prinsip 3M Plus untuk pencegahan DBD yang efektif.
Di tengah tantangan yang dihadapi, program nyamuk berwolbachia di Indonesia menunjukkan janji untuk mengurangi insiden DBD, sebagaimana dibuktikan oleh hasil dari Kota Yogyakarta. Kementerian Kesehatan menekankan kebutuhan untuk mengintegrasikan upaya pencegahan DBD melalui edukasi masyarakat, penyebaran nyamuk berwolbachia, dan penerapan strategi 3M Plus.