knowaboutbullying.com – Sri Rejeki Isman (SRIL), atau dikenal sebagai Sritex, menghadapi peningkatan signifikan dalam utang dan defisit modal sepanjang tahun 2023. Menurut laporan keuangan terakhir, aset perusahaan turun sebesar 15% menjadi US$648,99 juta atau sekitar Rp10,38 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.000/US), 1,60 miliar atau setara dengan Rp25,66 triliun.
Perusahaan ini mengalami defisiensi modal yang semakin parah, dengan ekuitas negatif yang mencapai US$954,82 juta (Rp15,28 triliun) pada akhir tahun, meningkat dari US$781,02 juta pada periode sebelumnya. Dari total utang, US$113,02 juta (Rp1,81 triliun) merupakan kewajiban jangka pendek, termasuk utang bank jangka pendek sebesar US$11 juta (Rp176 miliar) ke Bank Central Asia (BBCA). Sementara itu, kewajiban jangka panjangnya tercatat US$1,49 miliar (Rp23,84 triliun), dengan sebagian besar merupakan utang bank, termasuk utang eks sindikasi besar kepada Citigroup, DBS, HSBC, dan Shanghai Bank senilai US$330 juta.
Dalam menghadapi kondisi keuangan yang sulit ini, Sritex sedang menjalankan proses restrukturisasi utang yang melibatkan banyak bank serta berupaya menyelesaikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan permintaan damai dengan para kreditur. Laporan tahunan perusahaan mengindikasikan bahwa utang besar ini menimbulkan “ketidakpastian material” yang berpotensi mengancam kelangsungan bisnis grup.
Meskipun menghadapi tantangan berat, Sritex masih mendapatkan dukungan dari pemegang sahamnya, dengan adanya surat konfirmasi dukungan keuangan yang akan membantu perusahaan dalam mempertahankan operasionalnya dan memenuhi kewajiban. Untuk meningkatkan situasi keuangannya, manajemen Sritex juga mengambil langkah untuk meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi, termasuk pengurangan jumlah karyawan. Sepanjang tahun lalu, perusahaan telah memangkas 2.232 karyawan, menurunkan jumlah total karyawan dari 16.370 di akhir 2022 menjadi 14.138 di akhir tahun 2023.
Laporan keuangan Sritex yang diaudit oleh Kanana Puradiredja, Suhartono memperoleh Opini Wajar dengan Pengecualian, yang menunjukkan adanya beberapa kekurangan dalam penyajian laporan keuangan meskipun tidak secara menyeluruh.